A. Gambaran Umum Kenakalan Siswa Sekolah Dasar
Anak memang
tidak sama dengan orang dewasa, jalan pemikiran anak masih sering kali dikuasai
oleh emosinya yang mengarah pada keinginan – keinginan bermain. Apabila setiap
keluarga disoroti kemungkinan akan ada tidaknya persoalan dengan anak, maka
akan terlibat macam-macam derajat kesulitan. Bahkan mungking saja bahwa tidak
semua keluarga menyadari adanya suatu kesulitan. Permasalahan yang di sebabkan
oleh kenakalan anak, justru sering menyangkut pihak – pihak lain
B. Faktor-Faktor Penyebab Kenakalan Siswa Sekolah Dasar
Kenakalan
anak menurut sebahagian para ahli merupakan kegagalan memperoleh respon yang
dapat diterima oleh masyarakat atau kegagalan memperoleh pembenaran moral dan
etis yang sesuai dengan budaya masyarakat. Dan sebab-sebab kegagalan tersebut
bersumber dari problem perkembangan.
Psikologi
anak yang menghadapi proses super – ego anak kearah sosialisasi yang tepat dan
memadai mungkin juga disebabkan tidak mampu menyesuaikan diri dengan standar
prilaku yang umum di masyarakat sekitarnya.
Jadi
kenakalan anak diukur dengan standar nilai dan norma-norma sosial. Mungkin satu
bentuk prilaku siswa dilingkungan masyarakat tidak sesuai dengan tolak ukur
dari kebudayaan atau tradisi yang berlaku, maka bentuk-bentuk prilaku tersebut
di pandang sebagai kenakalan.
Apa yang dianggap oleh guru sebagai
pelanggaran serius atau kelakuan yang tidak layak sering berbeda dengan
pendapat para ahli psikologi. Misalnya ciri-ciri non agresif kurang gaul, rasa
cemas, suka menyendiri,muram, dan lain sebagainya hal itu dipandang serius bagi
perkembangan pribadi anak oleh para ahli kesejahteraan rohani atau “mental
Hygiene”. Sebaiknya pelanggaran yang dipandang serius oleh guru seperti menulis
kata – kata jorok, membolos, menyontek, menentang, merusak, tidak di anggap
penting oleh para ahli psikologi. Guru terutama mementingkan ketertiban kelas
dan sekolah untuk mencapai potensi akademis yang sebaik-baiknya. Sebalikya ahli
mental hygiene mengutamakan perkembangan pribadi anak agar menjadi individu
yang dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan sosialnya dengan penuh keperyaan
akan dirinya.
Guru yang
juga memperhatikan aspek kepribadian anak hendaknya menerima pendirian para
ahli mental hygiene dan menjadikan sebagai pedoman untuk mencapai tujuan
akademis. Ia akan lebih banyak membri tanggung jawab kepada anak-anak untuk
memelihara disiplin dan bekerja tanpa mengganggu orang lain. Ia juga akan
memperhatikan anak yang pendiam, penakut, mencoba memahami dan membantu mereka,
dengan demikian guru itu bukan hanya sebagai pengajar tetapi juga sebagai
pendidik.
C. Bentuk-Bentuk Kenakalan Siswa
Dalam
membahas anak berperilaku nakal. Akan di batasi pada tiga jenis prilaku
bermasalah yaitu:
1.
Keras kepala atau dengil
Anak yang
keras kepala ialah anak yang suka membantah terhadap orang lain, tetapi tidak
ada alasan yang diajukan, anak yang keras kepala selain dilingkungan keluarga
dapat juga dilingkungan sekolah. Anak yang keras kepala biasanya bertujuan
untuk menyembunyikan kelemahan bathin yang ada pada dirinya.
Anak keras
kepala sering timbul dikalangan anak-anak setelah mereka mencapai umur tujuh
tahun. Anak-anak memperlihatkan sikap dengil itu dalam wujud suka
membantah, suka ngadal dan sebaganya. Namun orang tua pada umumnya langsung
memarahinya bahkan langsung memukulnya, sehingga anak menjadi nakal dan keras
kepala kepada kedua orang tuanya.
2.
Berbohong
Berbohong
adalah salah satu cacat atau kesalahan yang sering terjadi pada anak-anak maupun
orang dewasa, bohong selain merupakan sifat yang tidak terpuji, juga dapat
menimbulkan masalah bagi guru.
Jenis –
Jenis bohong
- Bohong karena darurat
- Bohong sosial atau bohong altvuistik
- Bohong untuk kepentingan diri sendiri
- Bohong kompensasi
3.
Pendusta
Pada umumnya
seorang anak berdusta karena kedua orang tuanya atau orang lain karena ia ingin
melakukan sesuatu keinginan hatinya. Atau ia berdusta karena ada rasa takut
yang menyelimuti perasaan untuk berusaha jujur tapi takut untuk dimarahi.
Sebab –
sebab anak sering berdusta
- Merasa takut.
- Ingin menarik perhatian orang lain.
- Ingin memperoleh keuntungan.
D.
Mengatasi Kenakalan Siswa
Harus ada
koordinasi dan kerjasama dari berbagai pihak untuk mengatasi masalah kenakalan
siswa yaitu sebagai berikut:
pertama,
pendidikan keluarga pertama dan utama. Pendidikan keluarga merupakan hal
yang sangat peting karena disinilah pondasi dasar karakter anak terbentuk.
Kesibukan kerja, masalah ekonomi bukan jadi alasan untuk tidak memperhatikan
anak. Anak adalah amanah yang sangat berat diberikan tuhan. Jika anak menjadi
tidak bermoral atau tidak berahklak, maka orang tua dimentai pertanggung
jawaban terlebih dahulu diakhirat nanti. Orang tua harus ‘belajar’ mendidik
seorang anak atau dikenal dengan istilah ilmu parenting. Belajar disini bukan
harus dimaknai dengan sekolah dan membaca buku, tetapi belajar bisa dilakukan
dengan cara memberikan yang terbaik untuk calon generasi penerus.
Oleh karena itu, pola
asuh zaman dulu, tidak bisa disamakan dengan masa sekarang, problematika anak
sangat beranekaragam, maka dituntut menggunakan ‘jurus-jurus’ baru.
Minimal yang dilakukan oleh orang tua adalah memberikan tauladan yang
baik terhadap anak, selalu mendo’akan anak ketika sholat, dan memperhatikan
pendidikan anak ketika mendapat tugas dari sekolah.
Kedua, kerjasama antara
pihak sekolah dengan pihak keluarga. Kerberhasilan dalam dunia pendidikan tidak
bisa di bebankan oleh pihak sekolah saja, tetapi perlu kerjasama dengan pihak
keluarga dirumah. Karena waktu disekolah hanya kurang lebih delapan jam saja,
selebihnya waktu yang lama berada dirumah. Akan tetapi tetap tanggungjawab
sekolah untuk mewujudkan harapan orang tua. Program-program sekolah harus
sinergi dengan program dirumah. Disekolah sudah ada komite sekolah, yang
merupakan wakil wali murid disekolah, sebenarnya bisa dimanfaatkan untuk
melakukan mensinergikan program-program disekolah. Sayangnya disekolah-sekolah
kebanyakan komite sekolah hanya sebagai ’stempel’ untuk mencairkan sebuah dana
dari lembaga tertentu.
Komite sekolah
seharusnya menjadi pengawas dan control terhadap pihak sekolah jika melakukan
pelanggaran atau tidak melaksanakan program sekolah. Peran dan fungsi komite
sekolah saat ini bisa dikatakan nol. Maka perlu di revitalisasi peran dan
fungsi komite sekolah.
Ketiga, Peran dan fungsi
guru dioptimalkan. Guru sebagai ujuk tombak dilapangan dalam membentuk prilaku
anak. Sebagus apapun program mengatasi anak disekolah, apabila tidak didukung
dengan peran guru maka tidak ada hasilnya. Saya ilustrasikan, Ibarat ada mobil
yang bagus tapi tidak ada yang menggerakan maka mobil tersebut akan mogok
ditempat. Disinilah pentingnya peran guru disekolah, selain mempunyai tugas
untuk menstranfer ilmu pengetahuan tetapi juga memiliki kewajiban untuk
membentuk karakter anak.
Untuk membentuk karakter
anak, maka guru-gurunya juga harus berkarakter. Pribahasa orang jawa, guru itu
digugu lan ditiru. Artinya bahwa baik buruknya tingkah laku guru, secara tidak
langsung akan dicontoh oleh siswanya. Oleh karena itu, dibutuhkan komitmen bersama
antara guru dan pengurus sekolah. Untuk menyatukan satu komitmen antara guru
dengan pengurus sekolah, maka diperlukan keterbukaan, komunikasi yang itensif,
persamaan visi bahwa mencerdaskan dan membentuk ahklak anak adalah perbuatan
yang yang mulia.
Keempat, Peran guru
bimbingan konseling (BK). Guru Bimbingan konseling (BK) disekolah, yang
dianggap memiliki pengetahuan lebih dari sisi psikologi seorang anak,
diharapkan mampu menyelesaikan persoalan anak secara komperhensif. Jika terjadi
pelanggaran maka tidak sepatutnya langsung dihukum tetapi dicari akar
masalahnya.
Dalam hal pelaksanaan
sebuah aturan butuh ketegasan dan kebijaksanaan. Bersikap tegas, Jika anak-anak
yang melanggar kategori berat dan sering melakukanya, maka diberikan sanksi
atau hukuman sesuai dengan perbuatanya. Dengan diberi sanksi biar anak jerah
tidak mengulang perbuatan itu lagi. Bersikap bijaksana, jika pelanggaran anak
tidak terlalu berat, maka perlu pembinaan oleh BK dalam prilaku sehari-harinya
disekolah.
Memang harus kita menyadari
bahwa tanggung jawab mengatasi masalah diatas adalah tanggung jawab bersama.
Baik orang tua, sekolah, guru dan semua pihak yang peduli terhadap masalah
anak. Sehingga problematika siswa yang terjadi diatas bisa dicegah dan
terselesaikan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar