Jumat, 06 Juli 2012

Mengatasi Kenakalan Siswa Sekolah Dasar




A.     Gambaran Umum Kenakalan Siswa Sekolah Dasar
Anak memang tidak sama dengan orang dewasa, jalan pemikiran anak masih sering kali dikuasai oleh emosinya yang mengarah pada keinginan – keinginan bermain. Apabila setiap keluarga disoroti kemungkinan akan ada tidaknya persoalan dengan anak, maka akan terlibat macam-macam derajat kesulitan. Bahkan mungking saja bahwa tidak semua keluarga menyadari adanya suatu kesulitan. Permasalahan yang di sebabkan oleh kenakalan anak, justru sering menyangkut pihak – pihak lain
B.     Faktor-Faktor Penyebab Kenakalan Siswa Sekolah Dasar
Kenakalan anak menurut sebahagian para ahli merupakan kegagalan memperoleh respon yang dapat diterima oleh masyarakat atau kegagalan memperoleh pembenaran moral dan etis yang sesuai dengan budaya masyarakat. Dan sebab-sebab kegagalan tersebut bersumber dari problem perkembangan.
Psikologi anak yang menghadapi proses super – ego anak kearah sosialisasi yang tepat dan memadai mungkin juga disebabkan tidak mampu menyesuaikan diri dengan standar prilaku yang umum di masyarakat sekitarnya.
Jadi kenakalan anak diukur dengan standar nilai dan norma-norma sosial. Mungkin satu bentuk prilaku siswa dilingkungan masyarakat tidak sesuai dengan tolak ukur dari kebudayaan atau tradisi yang berlaku, maka bentuk-bentuk prilaku tersebut di pandang sebagai kenakalan.
 Apa yang dianggap oleh guru sebagai pelanggaran serius atau kelakuan yang tidak layak sering berbeda dengan pendapat para ahli psikologi. Misalnya ciri-ciri non agresif kurang gaul, rasa cemas, suka menyendiri,muram, dan lain sebagainya hal itu dipandang serius bagi perkembangan pribadi anak oleh para ahli kesejahteraan rohani atau “mental Hygiene”. Sebaiknya pelanggaran yang dipandang serius oleh guru seperti menulis kata – kata jorok, membolos, menyontek, menentang, merusak, tidak di anggap penting oleh para ahli psikologi. Guru terutama mementingkan ketertiban kelas dan sekolah untuk mencapai potensi akademis yang sebaik-baiknya. Sebalikya ahli mental hygiene mengutamakan perkembangan pribadi anak agar menjadi individu yang dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan sosialnya dengan penuh keperyaan akan dirinya.
Guru yang juga memperhatikan aspek kepribadian anak hendaknya menerima pendirian para ahli mental hygiene dan menjadikan sebagai pedoman untuk mencapai tujuan akademis. Ia akan lebih banyak membri tanggung jawab kepada anak-anak untuk memelihara disiplin dan bekerja tanpa mengganggu orang lain. Ia juga akan memperhatikan anak yang pendiam, penakut, mencoba memahami dan membantu mereka, dengan demikian guru itu bukan hanya sebagai pengajar tetapi juga sebagai pendidik.
C.     Bentuk-Bentuk Kenakalan Siswa
Dalam membahas anak berperilaku nakal. Akan di batasi pada tiga jenis prilaku bermasalah yaitu:
1.     Keras kepala atau dengil
Anak yang keras kepala ialah anak yang suka membantah terhadap orang lain, tetapi tidak ada alasan yang diajukan, anak yang keras kepala selain dilingkungan keluarga dapat juga dilingkungan sekolah. Anak yang keras kepala biasanya bertujuan untuk menyembunyikan kelemahan bathin yang ada pada dirinya.
Anak keras kepala sering timbul dikalangan anak-anak setelah mereka mencapai umur tujuh tahun. Anak-anak memperlihatkan sikap dengil  itu dalam wujud suka membantah, suka ngadal dan sebaganya. Namun orang tua pada umumnya langsung memarahinya bahkan langsung memukulnya, sehingga anak menjadi nakal dan keras kepala kepada kedua orang tuanya.
2.     Berbohong
Berbohong adalah salah satu cacat atau kesalahan yang sering terjadi pada anak-anak maupun orang dewasa, bohong selain merupakan sifat yang tidak terpuji, juga dapat menimbulkan masalah bagi guru.
Jenis – Jenis bohong
  • Bohong karena darurat
  • Bohong sosial atau bohong altvuistik
  • Bohong untuk kepentingan diri sendiri
  • Bohong kompensasi
3.     Pendusta
Pada umumnya seorang anak berdusta karena kedua orang tuanya atau orang lain karena ia ingin melakukan sesuatu keinginan hatinya. Atau ia berdusta karena ada rasa takut yang menyelimuti perasaan untuk berusaha jujur tapi takut untuk dimarahi.
Sebab – sebab anak sering berdusta
  • Merasa takut.
  • Ingin menarik perhatian orang lain.
  • Ingin memperoleh keuntungan.
D.          Mengatasi Kenakalan Siswa
Harus ada koordinasi dan kerjasama dari berbagai pihak untuk mengatasi masalah kenakalan siswa yaitu sebagai berikut:
 pertama, pendidikan keluarga pertama dan utama. Pendidikan keluarga merupakan hal yang sangat peting karena disinilah pondasi dasar karakter anak terbentuk. Kesibukan kerja, masalah ekonomi bukan jadi alasan untuk tidak memperhatikan anak. Anak adalah amanah yang sangat berat diberikan tuhan. Jika anak menjadi tidak bermoral atau tidak berahklak, maka orang tua dimentai pertanggung jawaban terlebih dahulu diakhirat nanti. Orang tua harus ‘belajar’ mendidik seorang anak atau dikenal dengan istilah ilmu parenting. Belajar disini bukan harus dimaknai dengan sekolah dan membaca buku, tetapi belajar bisa dilakukan dengan cara memberikan yang terbaik untuk calon generasi penerus.
Oleh karena itu, pola asuh zaman dulu, tidak bisa disamakan dengan masa sekarang, problematika anak sangat beranekaragam, maka dituntut menggunakan ‘jurus-jurus’ baru.  Minimal yang dilakukan oleh orang tua adalah memberikan tauladan yang baik terhadap anak, selalu mendo’akan anak ketika sholat, dan memperhatikan pendidikan anak ketika mendapat tugas dari sekolah.
Kedua, kerjasama antara pihak sekolah dengan pihak keluarga. Kerberhasilan dalam dunia pendidikan tidak bisa di bebankan oleh pihak sekolah saja, tetapi perlu kerjasama dengan pihak keluarga dirumah. Karena waktu disekolah hanya kurang lebih delapan jam saja, selebihnya waktu yang lama berada dirumah. Akan tetapi tetap tanggungjawab sekolah untuk mewujudkan harapan orang tua. Program-program sekolah harus sinergi dengan program dirumah. Disekolah sudah ada komite sekolah, yang merupakan wakil wali murid disekolah, sebenarnya bisa dimanfaatkan untuk melakukan mensinergikan program-program disekolah. Sayangnya disekolah-sekolah kebanyakan komite sekolah hanya sebagai ’stempel’ untuk mencairkan sebuah dana dari lembaga tertentu.
Komite sekolah seharusnya menjadi pengawas dan control terhadap pihak sekolah jika melakukan pelanggaran atau tidak melaksanakan program sekolah. Peran dan fungsi komite sekolah saat ini bisa dikatakan nol. Maka perlu di revitalisasi peran dan fungsi komite sekolah.
Ketiga, Peran dan fungsi guru dioptimalkan. Guru sebagai ujuk tombak dilapangan dalam membentuk prilaku anak. Sebagus apapun program mengatasi anak disekolah, apabila tidak didukung dengan peran guru maka tidak ada hasilnya. Saya ilustrasikan, Ibarat ada mobil yang bagus tapi tidak ada yang menggerakan maka mobil tersebut akan mogok ditempat. Disinilah pentingnya peran guru disekolah, selain mempunyai tugas untuk menstranfer ilmu pengetahuan tetapi juga memiliki kewajiban untuk membentuk karakter anak.
Untuk membentuk karakter anak, maka guru-gurunya juga harus berkarakter. Pribahasa orang jawa, guru itu digugu lan ditiru. Artinya bahwa baik buruknya tingkah laku guru, secara tidak langsung akan dicontoh oleh siswanya. Oleh karena itu, dibutuhkan komitmen bersama antara guru dan pengurus sekolah. Untuk menyatukan satu komitmen antara guru dengan pengurus sekolah, maka diperlukan keterbukaan, komunikasi yang itensif, persamaan visi bahwa mencerdaskan dan membentuk ahklak anak adalah perbuatan yang yang mulia.
Keempat, Peran guru bimbingan konseling (BK). Guru Bimbingan konseling (BK) disekolah, yang dianggap memiliki pengetahuan lebih dari sisi psikologi seorang anak, diharapkan mampu menyelesaikan persoalan anak secara komperhensif. Jika terjadi pelanggaran maka tidak sepatutnya langsung dihukum tetapi dicari akar masalahnya.
Dalam hal pelaksanaan sebuah aturan butuh ketegasan dan kebijaksanaan. Bersikap tegas, Jika anak-anak yang melanggar kategori berat dan sering melakukanya, maka diberikan sanksi atau hukuman sesuai dengan perbuatanya. Dengan diberi sanksi biar anak jerah tidak mengulang perbuatan itu lagi. Bersikap bijaksana, jika pelanggaran anak tidak terlalu berat, maka perlu pembinaan oleh BK dalam prilaku sehari-harinya disekolah.
Memang harus kita menyadari bahwa tanggung jawab mengatasi masalah diatas adalah tanggung jawab bersama. Baik orang tua, sekolah, guru dan semua pihak yang peduli terhadap masalah anak. Sehingga problematika siswa yang terjadi diatas bisa dicegah dan terselesaikan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar