Pagi itu cuaca cerah sekali, matahari
bersinar dengan terik. Setiap orang mulai melaksanakan aktivitasnya. Namun kali
ini suasana agak ramai, karena penduduk Desa Pangadagan berbondong-bondong ke
Balai Desa untuk mengambil jatah Raskin atau beras miskin, yaitu bantuan beras murah
dari pemerintah yang seyogyanya ditujukan untuk rakyat yang miskin yang
dibagikan setiap minggu sekali. Tapi atas hasil musyawarah pemerintah desa yang
disetujui mayoritas penduduk desa akhirnya bantuan Raskin tersebut dibagi rata
ke seluruh penduduk desa, bukan hanya penduduk desa yang miskin saja. Dengan
demikian seluruh penduduk baik yang kaya maupun miskin tetap memperoleh jatah
Raskin.
Mendapatkan beras murah, siapa yang ndak mau aku
saja mau he..he... Meskipun sudah diketahui bahwa kualitas beras jatah Raskin tersebut
memang tidaklah layak untuk dikonsumsi masyarakat pada umumnya. Selain berwarna
kuning dan kusam beras itu berbau kadang juga masih banyak kotoran kulit padi
tak jarang juga dijumpai kutu beras. Namun karena harganya yang super murah akupun
tetap membelinya, tentunya bukan untuk dikonsumsi sendiri tetapi untuk pakan
ternak. Kebetulan ada peliharaan ayam kampung, lele, dan angsa yang sangat
lahap untuk menyantap Beras jatah Raskin tersebut.
Setelah mendapatkan tiket Raskin langsung
saja aku masuk menerobos masuk kerumunan massa yang saling berebut untuk
didahulukan mendapat jatah raskin. Suasana pengap , sesak, dan bau sangat
terasa di tengah kerumunan. Terlihat juga banyak ibu-ibu yang menggendong anak
kecil, nenek-nenek dan kakek-kakek tua
dalam kerumunan. Mereka saling berdesakan, saling mendorong, tak jarang juga
ada yang terinjak. Akhirnya dengan keunggulan tubuhku yang besar dan stamina
yang masih fit aku berhasil merengsek menuju loket pembagian Raskin dan segera
membawanya pulang.
Aku senang sekali akhirnya bisa mendapatkan
Jatah Raskin dengan lebih cepat. Dalam perjalanan pulang aku tercengang dengan pemandangan
mengharukan yang ada di depanku. Kulihat seorang nenek tua renta bersimpuh di tanah menangis
–nangis di tepi jalan.
Kudekati nenek itu dan aku bertanya, “ada apa
nek, kenapa menangis?”.
“ Itu
nak, beras jatah Raskin nenek tumpah. Tadi teserempet motor lalu digilas mobil
yang lewat”.
Jawab nenek itu sambil menunjukan beras yang berceceran dan sudah bercampur
tanah dan lumpur karena tergilas roda kendaraan yang lewat.
Benar saja, rupanya nenek itu baru saja
mengambil jatah raskin sepertiku . Dengan
kondisi nenek yang sudah tua renta mungkin keseimbangan tubuhnya tidak kuat
menopang tubuhnya apalagi membawa beban sehingga dia terjatuh saat terserempet
motor, malangnya lagi beras itu langsung tergilas mobil.
“Sudahlah
nek, jangan menangis!” Aku berusaha menenangkan nenek itu.
“Beras
itu adalah satu-satunya simpanan makanan nenek selama seminggu, itupun nenek
beli dari hasil menjual anyaman bambu yang nenek tabung selama seminggu untuk
bisa beli beras ini nak..!” tangisan nenek semakin mengharu biru, aku tercengang dan
terharu mendengar pernyataan nenek itu, sungguh miris nasib nenek itu. Raskin
yang dibeli dari mengumpulkan uang selama seminggu hilang dalam sekejap.
“sabar
ya nek, semoga nanti ada rejeki lagi untuk beli beras!” aku berusaha
menenangkan nenek itu kembali.
“sekarang
beras itu sudah tidak bisa dimakan lagi, lalu nenek mau makan apa nak? Sedangakan
nenek kini hidup sendiri, nenek ndak punya anak, suami nenek sudah lama meninggal”
.
Kali ini aku benar-benar dapat merasakan
kesedihan nenek itu, mataku berkaca-kaca hampir menangis. Sedih dan haru
rasanya mendengar kisah nenek malang itu.Seorang nenek tua renta yang seharusnya bersantai di rumah bermain dengan cucu-cucunya , harus hidup sebatang kara dalam jerat kemiskinan yang entah sampai kapan berakhir. Seharusnya orang-orang seperti ini harus mendapatkan perhatian lebih dari masyarakat dan pemerintah. Mereka berhak mendapatkan bantuan kesejahteraan lebih dari masyarakat umum, bukan sekedar jatah raskin.
“Ya
sudah nek jangan bersedih, ini beras Raskinku buat nenek. Dan ini ada sedikit
uang untuk membeli lauk!” Akhirnya aku berikan jatah raskinku untuk nenek dan
kuambil sebagian isi dompetku untuk nenek tua itu.Sebenarnya nenek itu sungkan menerimanya, tetapi setelah aku paksa dia mau menerimanya. Lega rasanya bisa memberikan apa yang seharusnya menjadi hak mereka.
Seharusnya orang-orang seperti nenek tua itulah
yang berhak menerima jatah raskin, mereka lebih membutuhkan daripada aku. Aku
seharusnya tidak pantas ditengah kerumunan antrean penerima jatah raskin. Insya
Allah , aku masih diberi rezeki lebih untuk sekedar membeli Raskin. Mulai saat
ini aku tidak akan mengambil jatah raskinku lagi, karena sebenarnya merekalah
orang-orang yang benar-benar membutuhkan yang berhak menerima. Aku benar-benar
malu di hadapan nenek itu, seharusnya nenek berhak mendapatkan jatah lebih
banyak jika tidak dibagi rata kepada semua penduduk termasuk aku, maafkan aku
nek selama ini aku bersalah pada nenek.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar