Sabtu, 16 Februari 2013

Sabung Ayam Tanpa Judi, Budaya Zaman Nenek Moyang Yang Perlu Dilestarikan

TEMPO Interaktif, Dua ayam jago saling mendekat dalam arena berbentuk lingkaran berdiameter 2,5 meter dengan penyekat setinggi 50 sentimeter. Tak berselang lama, dua ayam itu saling terkam, beradu cakar, dan saling mematuk. Selang 15 menit, adu tanding ayam itu pun berakhir. Tidak ada ayam yang terluka. Juga tidak ada uang yang dipertaruhkan.

Adu ayam itu dilakukan Paguyuban Penggemar Ayam Jago Indonesia (Papaji) di kediaman salah satu anggotanya, kemarin, di kawasan Matraman, Jakarta Timur.

"Selama ini, persepsi negatif masyarakat pada adu ayam masih melekat karena ada unsur judi dan memamerkan sadisme. Kami ingin melepaskan kesan itu," kata Bendahara Papaji Pusat Azis Sutanto, 36 tahun, kepada Tempo.

Didirikan pada 12 Desember 2004, Papaji mengutamakan seni bertarung ayam sebagai peninggalan budaya nenek moyang. Bagi Papaji, adu tarung hanyalah sebuah arena pembuktian untuk mengukur kualitas ayam hasil ternak sendiri yang mereka pelihara. "Orientasinya ternak, dihasilkan sendiri, bukan beli," anggota Papaji, Bengar Gurning, menambahkan.

Karena itu, ajang adu ayam yang dilakukan Papaji selalu dilakukan secara legal dengan meminta izin aparat keamanan dan warga setempat. Selain itu, unsur sadisme diminimalkan dengan penggunaan penutup pada taji ayam aduan.

Menggeluti hobi ayam laga dinilai mempunyai banyak sisi positif, salah satunya menghilangkan stres. Menernak ayam sejak kecil, memberi makan, dan memeliharanya bisa membawa kesenangan tersendiri. "Momen memandikan dan mengelus-elus menyenangkan. Apalagi biasanya ayam kalau basah mengepakkan badannya, lalu kukuruyuk, itu bikin hati puas banget," ujar Bengar, yang memelihara sekitar 30 ayam jago.

Selain sebagai penghilang stres, beternak ayam laga mampu menumbuhkan sikap tekun, sabar, dan teliti. Sebab, upaya menghasilkan varietas ayam jago yang unggul sangat menuntut sikap-sikap positif tersebut.

Pengurus Papaji lainnya, Eko Jaghana, menambahkan, setiap ayam jago mempunyai karakter berbeda berdasarkan asalnya. Ayam Bangkok, misalnya, mempunyai teknik bertarung yang bagus dan daya tahannya lumayan. Ayam Burma mempunyai pukulan yang akurat, tapi tulangnya tipis. Sementara itu, ayam Vietnam mempunyai pukulan yang berat, tapi tidak bagus secara teknis.

Nah, upaya penyilangan yang tepat dan cermat dilakukan untuk mendapatkan ayam dengan gabungan varietas unggul. "Yang kami harapkan ayam dengan daya tahan yang kuat, tekniknya baik, dan punya akurasi pukulan," kata Eko. Tidak aneh, untuk mendapatkan hasil persilangan yang unggul, dibutuhkan waktu hingga 3-4 tahun.

Kesabaran dalam menernak ayam jago juga terlihat dari biaya yang dibutuhkan untuk pemeliharaan. Jack One, 41 tahun, misalnya, mengaku harus merogoh kocek hingga Rp 1 juta tiap bulan untuk merawat 37 ayam peliharaannya. Dana sebesar itu habis untuk membeli 100 kilogram pakan serta jatah madu dan telur sepekan dua kali buat setiap ekor ayam.

Menekuni hobi ayam jago sejak 1995, Jack One menilai ayam sebagai unggas yang gampang dirawat dan punya keunikan tersendiri. "Masing-masing punya cara bertarung yang beda. Ada yang tarung atas, tarung bawah, serta kombinasi," kata dia.

Karena sudah menjadi hobi, harga ayam jago pun menjadi sangat relatif. Ada ayam yang berharga ratusan ribu sampai ratusan juta rupiah, tergantung hasil adu tarung. Semakin banyak rekor kemenangan yang dicatat seekor ayam, harganya kian tinggi. "Ini kemarin ditawar Rp 5 juta belum saya lepas," kata Eko, yang punya 20-an ayam.

Kini, Papaji mempunyai anggota sekitar 5.000, yang tersebar di seluruh Indonesia. Sejumlah cabang yang telah resmi berdiri di antaranya Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Banjarmasin, Manado, dan Aceh. Mereka biasa melakukan pertemuan setiap bulan untuk adu tanding. Kegiatan lebih besar dilakukan setiap tiga bulan sekali dengan jumlah peserta lebih banyak.

Selain uji tanding, program lain yang dilakukan Papaji adalah ternak bareng. Ini adalah program yang dilakukan sejumlah anggota Papaji untuk mendapatkan hasil anakan dari varietas ayam jago tertentu. Biasanya, sekitar 5-10 anggota patungan untuk membeli ayam jago buat diternakkan dan hasilnya dibagi rata.

Hal terpenting, kata Jack One, keberadaan Papaji diharapkan bisa memperkenalkan kembali kepada masyarakat bahwa hobi memelihara ayam laga adalah sebuah seni budaya bangsa yang harus dilestarikan.