Sabtu, 11 Agustus 2012

Siapa Peduli Guru Honorer?

 Nasib sekitar 922.000 guru ho­norer atau wiyata bakti di sekolah negeri
maupun swasta masih belum jelas. Hal itu disebabkan sebagian besar
sekolah swasta dan negeri tidak sanggup menaikkan pendapatan mereka,
sedangkan bantuan dari pemerintah amat terbatas . Siapa
dapat mengubah nasib guru honorer?

*Bayaran cukup untuk seminggu*

Keberadaan guru honorer di sekolah negeri maupun swasta seperti dianggap
siluman, antara ada dan tiada. Jika terkait peker­jaan, mereka mengambil
porsi jam pelajaran sama dengan guru tetap. Namun, jika
menghitung-hitung pemberian kesejah­teraan finansial, mereka diabaikan
hak-hak kemanusiaannya.

Honor mereka dibayar hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup sederhana  

selama satu minggu. rata-rata honor mereka hanya 200-400 ribu perbulan
. Itulah yang terjadi pada guru
hono­rer, mengajar satu bulan dengan bayaran layaknya satu minggu.

Sebagai contoh, Ujang Miharja, pengajar di SMPN 1 Jatisari, Karawang, sela­ma 15 tahun
menjadi guru ho­norer. Untuk satu jam pelajaran dia mendapatkan
honorarium Rp 15.000. Honor yang diterima Ujang untuk satu bulan, jika
di-tugasi mengajar 20 jam, sejumlah Rp 300.000. (Kompas, 20/1). 
. Honor yang diterimanya dalam satu bulan jauh di bawah upah minimun regional 

Ujang Miharja  hanya bagian dari ribuan guru yang
berstatus sama, meski dengan sebutan berbeda, entah guru wiyata bakti
atau hohorer. Mereka dibayar secara eceran.


Penulis tidak menyebut bayaran bagi mereka sebagai gaji karena gaji
memuat berbagai tunjangan dan hanya diberikan kepada guru tetap, baik
dalam dinas yayasan swasta maupun pemerintah.

Istilah pembayaran eceran untuk mereka bisa dimaknai dibayar semampunya,
seadanya, atau semau sekolah tempat mereka bekerja. Ada yang dibayar
berdasar kemampuan komite sekolah, berdasar belas kasih orangtua siswa,
berdasar keuangan yayas­an, berdasar /feeling/ kepala se­kolah, berdasar
hitungan jumlah jam mengajar, atau berdasar upah minimum provinsi
layaknya standar untuk buruh.


Secara nasional, keberadaan 922.000 guru honorer berarti mengampu
1.844.000 jam pela­jaran, seandainya tiap guru mengajar 20 jam
pelajaran. Jum­lah jam pelajaran itu seharusnya diampu sekitar 70.000
guru tetap. Hitung-hitungan pemerintah atau yayasan swasta tampaknya
lebih murah membayar guru ho­norer dibandingkan mengangkat guru tetap
atau PNS berikut aneka tunjangan hingga pensiun.

Ada ratusan ribu jam pelajaran yang tidak terlayani oleh guru . tetap.
Ironisnya, yang jamak terjadi di lapangan, para guru tetap, entah negeri
maupun swasta, ingin mengajar sesedikit mungkin. Guru tetap tidak
dimanfaatkan sepenuhnya, sementara guru honorer dipenuhkan kewajiban
mengajarnya. Ini sebentuk pemborosan keuangan negara!

Dengan membiarkan begitu banyak para guru berstatus ho­norer dan
sejenisnya, pemerintah atau yayasan swasta bertindak tidak adil. Maunya
mengeluarkan biaya sekecil mungkin, tetapi pekerjaan semua terlayani.
Keberadaan para guru honorer amat membantu dan dibutuhkan sekolah untuk
tetap melangsungkan kegiatan pendidikan. Tidak jarang mereka mengajar
penuh dan masih ditambah tugas-tugas mendampingi siswa dalam sejumlah
kegiatan. Bahkan, mereka acap kali harus siap setiap saat jika ada guru
tetap yang berhalangan, entah karena penataran berhari-hari, rapat,
melayat, atau sekadar malas bekerja.

Kenaikan gaji guru PNS berulang kali terjadi dan pemberian tunjangan
profesi sebesar gaji pokok diberikan kepada para guru yang lolos
sertifikasi. Jika situasi ini diklaim sebagai bentuk peningkatan
kesejahteraan guru, yang terjadi di lapangan adalah kesenjangan kian
lebar antara guru tetap dan guru honorer. Pemerintah baru
menyejahtera-kan sebagian guru, terutama guru PNS, sedangkan guru swasta
dan honorer terabaikan.

Mereka menjadi bagian penting jagat pendidikan dasar dan menengah negeri
ini, tetapi ha­nya diingat saat akan ada perekrutan pegawai negeri. Itu
pun sebatas harapan agar mereka diprioritaskan. Namun, sebagian besar
dari mereka tetap tersaruk-saruk di posisinya sampai melewati batas usia
penerimaan pegawai negeri, lebih dari 20 tahun sebagai guru honorer.
Meski sudah teruji mengajar puluhan tahun, toh banyak dari mereka tidak
diloloskan untuk menyandang status pegawai negeri atau guru tetap.

1 komentar:

  1. KISAH SUKSES Lolos Jadi PNS Guru di Lingkungan Pemda daerah SULAWESI TENGGARa.assalamu Alaikum wr wb-, Saya Ingin Berbagi cerita kepada Anda, Bahwa dulunya Saya hanya Seorang tenaga Honorer di Sekolah Dasar KOLAKA SULAWESI TENGGARA. Sudah 8 Tahun Saya Jadi Tenaga honorer Belum diangkat Jadi PNS,Bahkan Saya Sudah berkali2 mengikuti Ujian, Dan membayar 40jt namun hasilnya nol Uang pun TIDAK Kembali, bahkan Saya Sempat putus asa,Namun Teman Saya memberikan no tlp Bpk.Drs DEDE JUNAEDY M.Si Selaku petinggi di BKN Pusat Yang di Kenalnya selaku kepala DIT Pengadaan PNS. Saya pun coba menghubungi beliau Dan beliau menyuruh Saya mengirim Berkas Saya melalui Email, Alhamdulillah No Nip Dan SK Saya Akhirnya Keluar. Allhamdulillah tentunya sy pun Sangat Gembira sekali,Jadi apapun keadaan Anda skarang Jangan Pernah putus asa Dan Terus berusaha, kalau Sudah Waktunya tuhan pasti kasih jalan,Ini Adalah kisah Nyata Dari Saya. Untuk hasil ini Saya ucapkan terimakasih kepada.1. ALLAH SWT; Karena KepadaNya kita meminta Dan memohon. 2. Terimakasih untuk khususnya Bpk. Drs DEDE JUNAEDY M.Si Di BKN PUSAT, Dan Dialah Yang membantu Kelulusan saya, Alhamdulillah SK Saya Tahun ini Bisa keluar. Teman Teman yg ingin seperti Saya silahkan Anda Hubungi Direktorat Pengadaan PNS, Drs DEDE JUNAEDY .No Tlp; 0823 -4888-3717, Siapa tau beliau Masih mau membantu

    BalasHapus